
Era “Wild West” bagi para content creator di Tiongkok tampaknya akan segera berakhir. Dalam sebuah langkah regulasi yang drastis, otoritas Tiongkok kini mengharuskan para influencer dan Key Opinion Leader (KOL) untuk memiliki kualifikasi profesional yang terverifikasi sebelum mereka diizinkan untuk membahas topik-topik berisiko tinggi di platform digital.
Peraturan baru ini secara spesifik menargetkan konten yang menyangkut bidang-bidang krusial seperti kedokteran, hukum, keuangan, dan pendidikan. Dengan kata lain, zaman di mana seorang vlogger kecantikan bisa tiba-tiba memberi saran investasi saham atau merekomendasikan suplemen kesehatan tanpa latar belakang medis yang jelas, kini telah resmi ditutup.
Mengapa Aturan Ini Diterapkan?
Langkah tegas ini diambil sebagai respons langsung terhadap maraknya misinformasi dan disinformasi yang merugikan publik. Selama bertahun-tahun, platform seperti Weibo, Douyin (TikTok versi Tiongkok), dan Xiaohongshu dibanjiri oleh konten dari “pakar dadakan”.
Masalahnya serius:
- Kesehatan: Influencer tanpa kualifikasi medis memberikan saran diet ekstrem, mempromosikan pengobatan alternatif yang tidak teruji, atau salah menginterpretasi studi kesehatan, yang berpotensi membahayakan nyawa pengikutnya.
- Keuangan: Banyak influencer keuangan menjanjikan keuntungan cepat, mempromosikan skema investasi berisiko tinggi, atau memberikan nasihat pasar saham yang merugikan, yang seringkali berujung pada kerugian finansial besar bagi audiens mereka.
- Hukum: Interpretasi hukum yang salah atau nasihat hukum amatir dapat menyesatkan publik mengenai hak dan kewajiban mereka.
Pemerintah Tiongkok melihat ini sebagai masalah stabilitas sosial dan perlindungan konsumen. Tujuannya adalah untuk mengembalikan otoritas pada mereka yang benar-benar ahli di bidangnya.
Dampak Besar bagi Ekosistem Kreator
Peraturan ini akan menjadi gempa bumi bagi industri kreator di Tiongkok. Dampaknya akan terasa di setiap lapisan:
- Bagi Influencer: Ini adalah rintangan besar. Mereka yang sebelumnya membangun karir sebagai generalist (membahas semua topik) kini harus memilih: berhenti membahas topik serius, atau segera menempuh pendidikan formal dan mendapatkan sertifikasi. Popularitas dan jumlah pengikut tidak lagi cukup; kini mereka butuh “lisensi” untuk berbicara.
- Bagi Platform Digital: Perusahaan seperti Tencent dan Bytedance (pemilik Douyin) kini dibebani tanggung jawab baru. Mereka harus menjadi “penjaga gerbang” (gatekeeper). Sistem mereka harus mampu memverifikasi kualifikasi profesional setiap kreator yang ingin memposting konten di bidang-bidang tersebut. Ini berarti biaya operasional yang lebih tinggi untuk proses verifikasi dan moderasi.
- Bagi Pengguna (Publik): Secara teori, kualitas informasi yang mereka terima akan jauh lebih baik. Publik akan terlindungi dari saran berbahaya. Ketika mereka mencari informasi tentang kesehatan atau investasi, konten yang muncul adalah dari dokter, pengacara, atau analis keuangan bersertifikat.
Pergeseran dari Popularitas ke Otoritas
Langkah Tiongkok ini menandakan pergeseran fundamental dalam ekonomi kreator. Selama ini, mata uang utama seorang influencer adalah popularitas (diukur dari likes, shares, dan followers). Kini, untuk topik-topik penting, mata uangnya berubah menjadi otoritas (diukur dari kualifikasi profesional).
Ini adalah sebuah profesionalisasi paksa bagi industri influencer. Meskipun ada kritik bahwa ini dapat membatasi kebebasan berekspresi, langkah ini dilihat sebagai hal yang logis untuk bidang-bidang yang dampaknya langsung menyangkut kesejahteraan dan keamanan finansial masyarakat. Dunia kini akan mengamati apakah model regulasi ketat ala Tiongkok ini akan menjadi cetak biru baru yang diadopsi oleh negara-negara lain.
