Tragedi Banjir Hatyai: Mayat Ibu Lansia Dimasukkan ke Kulkas agar Tak Hanyut oleh Air Bah

Tragedi Banjir Hatyai: Mayat Ibu Lansia Dimasukkan ke Kulkas agar Tak Hanyut oleh Air Bah

Mayat Ibu Dimasukkan ke Kulkas Saat Banjir Hatyai: Kisah Pilu di Tengah Bencana

Banjir hebat yang melanda Hatyai, Songkhla, Thailand selatan pada November 2025 tidak hanya menghancurkan rumah dan infrastruktur—tapi juga memaksa warga menghadapi keputusan yang memilukan. Salah satu kisah paling menyayat hati adalah seorang putri yang harus memasukkan jenazah ibunya ke dalam kulkas agar tidak hanyut terbawa arus.

Peristiwa ini terjadi di kawasan Ban Pru, Hatyai, saat air bah naik hingga nyaris menyentuh langit-langit rumah—kira-kira 1,8 meter tingginya. Sang ibu, seorang perempuan lanjut usia, kelelahan dan meninggal sebelum sempat terselamatkan. Dalam keadaan putus asa, sang putri tidak ingin tubuh ibunya terendam atau hanyut. Satu-satunya cara: menempatkannya di dalam kulkas besar yang masih berdiri di dapur.

Sambil menunggu tim penyelamat tiba, sang putri bertahan di atas kulkas lain, berpegangan erat di tengah genangan air yang terus meninggi. Ia bertahan berjam-jam dalam ketakutan dan kesedihan mendalam—berharap ada yang datang sebelum terlambat.

Tim Relawan Tiba, Tapi Terlambat Menyelamatkan Sang Ibu

Tim relawan Sarasin Team, yang aktif dalam operasi penyelamatan banjir Hatyai, akhirnya menemukan mereka pada 25 November 2025. Sayangnya, mereka hanya bisa menyelamatkan sang putri. Dalam unggahan viral di Facebook, tim tersebut menulis:

“Ini menyedihkan. Kami terlambat. Hanya sang putri yang selamat.”

Banjir ini disebut sebagai “hujan sekali dalam 300 tahun” oleh Departemen Irigasi Kerajaan Thailand. Kota Hat Yai, pusat perdagangan utama di Selatan Thailand, mencatat curah hujan tertinggi dalam tiga abad terakhir. Hingga 26 November 2025, sedikitnya 19 orang telah kehilangan nyawa, termasuk warga lokal dan turis asing—beberapa di antaranya adalah warga Malaysia yang terjebak di hotel.

Simbol Perjuangan dan Kesedihan di Tengah Bencana

Kisah ini menjadi simbol nyata betapa bencana alam tidak hanya membawa kerusakan fisik, tapi juga trauma emosional yang mendalam. Tindakan sang putri—meski terdengar ekstrem—adalah bentuk cinta dan penghormatan terakhir kepada orang tuanya di tengah situasi tak terkendali.

Kini, sang putri sedang dalam pemulihan fisik dan psikologis. Sementara itu, upaya bantuan terus berlangsung di seluruh wilayah terdampak, dengan ribuan warga menunggu evakuasi dan bantuan darurat.

Scroll to Top