
Viral di media social seorang pengemis mengaku sebagai anak Presiden Soekarno. Pengemis itu diamankan Satpol PP Palu dari Jalan Hangtuah
Baca artikel koraneditor, “Viral Pengemis Ngaku Anak Presiden Soekarno Usai Ditangkap Satpol PP” selengkapnya https://www.koraneditor.id/sumut/berita/d-8190373/viral-pengemis-ngaku-anak-presiden-soekarno-usai-ditangkap-satpol-pp.
📍 Kronologi Penangkapan dan Pengakuan
Petugas Satpol PP sedang melakukan razia terhadap pengemis di kawasan lampu merah ketika pria berinisial N itu berhasil diamankan.
Saat diinterogasi di kantor Satpol PP, N kemudian menyatakan bahwa dirinya adalah “anak dari Soekarno”.
Ia bahkan meminta petugas untuk menghubungi Megawati Soekarnoputri atau Prabowo Subianto untuk membuktikan pengakuannya.
⚠️ Kondisi dan Analisis Petugas
Menurut Kepala Bidang Tibum & Tranmas Satpol PP Kota Palu, N pernah dirawat di rumah sakit jiwa dan kini diduga mengalami gangguan jiwa (ODGJ)
Petugas menyebut bahwa pengemis di jalan raya harus didata, dibina, dan diserahkan kepada keluarganya agar tidak kembali melakukan aktivitas yang membahayakan lalu lintas.
🌐 Reaksi Publik dan Media Sosial
Klip pendek yang memperlihatkan pengemis tersebut dengan baju kaus kuning dan mengaku “anak Soekarno” beredar viral di media sosial.
Tagar seperti #anakSoekarno, #SatpolPPPalu menjadi trending di Twitter dan Instagram.
Netizen menyoroti dua hal: kekhawatiran terhadap kondisi ODGJ di jalan, dan keanehan pengakuan yang disampaikan N.
📝 Pelajaran dari Kejadian
Kasus ini menjadi catatan penting bahwa:
- Penanganan pengemis/kegelaran jalanan memerlukan koordinasi sosial dan kesehatan mental.
- Petugas publik harus tetap profesional ketika menghadapi orang dengan gangguan jiwa.
- Publik diimbau untuk tidak mudah terpancing oleh klaim viral yang tidak jelas asal-usulnya.
✅ Kesimpulan
Pengemis yang mengaku anak Presiden Soekarno setelah ditangkap Satpol PP Palu menjadi viral dan mengundang banyak sorotan.
Meskipun pengakuan tersebut tidak terbukti lewat verifikasi resmi, kejadian ini tetap penting sebagai pengingat akan persoalan sosial dan kesehatan mental yang tersembunyi di ruang publik.
