
Rencana Invasi Haiti Budak Seks: Dua Pria AS Didakwa dalam Kasus Mengerikan
Sebuah rencana kejahatan internasional yang sangat mengerikan terungkap di Amerika Serikat. Dua pria muda asal Texas—Tanner Christopher Thomas (20) dan Gavin Rivers Weisenburg (21)—kini menghadapi dakwaan federal atas dugaan perencanaan invasi bersenjata ke Pulau Gonave, Haiti, dengan tujuan keji: membunuh semua pria dewasa dan menjadikan perempuan serta anak-anak sebagai budak seks.
Kasus ini pertama kali terungkap pada November 2025 setelah otoritas federal AS mengeluarkan surat dakwaan. Menurut dokumen pengadilan, keduanya mulai merancang aksi ekstrem tersebut sejak Agustus 2024. Mereka tidak hanya mempelajari bahasa Kreol Haiti, tetapi juga aktif mencari senjata, amunisi, bahan peledak, dan bahkan berlatih navigasi kapal layar demi mewujudkan ambisi brutal mereka.
Target: Pulau Gonave dengan 87.000 Jiwa
Pulau Gonave, yang dihuni sekitar 87.000 penduduk, dipilih sebagai target karena lokasinya yang terpencil dan sistem keamanan yang relatif lemah. Dalam percakapan yang berhasil disadap, keduanya disebut membahas niat mereka untuk “mewujudkan fantasi pemerkosaan” dengan menciptakan sistem perbudakan seksual pasca-invasi.
Rekrutmen “Pasukan Bayaran” dari Tunawisma
Salah satu aspek paling mengkhawatirkan dari rencana ini adalah upaya mereka merekrut tunawisma di Washington, D.C. sebagai pasukan bayaran. Thomas bahkan mengatur penempatan ulang tugasnya di Angkatan Udara AS dari Jerman ke Maryland hanya agar lebih dekat dengan ibu kota AS dan mempermudah rekrutmen.
Sementara itu, Weisenburg sempat terbang ke Thailand pada awal 2025 untuk mendaftar di sekolah pelayaran—meski akhirnya tidak lolos. Ia juga pernah mengikuti pelatihan di Akademi Pemadam Kebakaran North Texas untuk mempelajari “protokol komando”, tetapi dikeluarkan karena gagal memenuhi standar.
Dakwaan Berat dan Ancaman Hukuman Seumur Hidup
Kedua tersangka kini didakwa dengan:
- Konspirasi untuk membunuh, melukai, atau menculik warga negara asing
- Eksploitasi seksual terhadap anak untuk produksi pornografi anak
Jika terbukti bersalah, mereka menghadapi hukuman penjara seumur hidup untuk dakwaan konspirasi pembunuhan, ditambah 15–30 tahun penjara untuk tuduhan pornografi anak.
Meski pengacara mereka menyatakan kliennya akan mengajukan plea not guilty, otoritas federal—termasuk FBI, Kantor Investigasi Khusus Angkatan Udara AS, dan Kepolisian Celina—menegaskan bahwa bukti digital, percakapan media sosial, serta pola perilaku keduanya sangat kuat.
Kasus ini bukan hanya menggambarkan potensi radikalisasi individu, tetapi juga menjadi peringatan keras tentang pentingnya pengawasan terhadap ekstremisme kekerasan yang berkedok fantasi atau ideologi palsu.